Sabtu, 24 Desember 2016

Pemikiran Pendidikan Ivan Illich

Pemikiran Pendidikan Ivan Illich
Secara garis besar pemikiran pendidikan Ivan Illich antara lain berkenaan dengan perlunya membatasi peran sekolah, kurikulum, metode pembelajaran, biaya pendidikan dan guru.
1.      Pembatasan (disestablishment) Peran Sekolah
Illich tidak menganjurkan penghapusan sekolah, tetapi disestablishment, atau jangan menganggap sekolah sebagai institusi yang superior, kaku, otoriter, dan cenderung memaksa masyarakat untuk mengikuti saja kebijaknnya. Ia tidak puas dengan sekolah yang operasionalnya didanai oleh masyarakat melalui pajak, namun kurang diakses oleh masyarakat, sebagai dari akibat berbagai peraturan yang sulit dimasuki oleh masyarakat.
2.      Kurikulum
Kurikulum terkadang sudah dibuat dari atas yang tidak sejalan dengan keadaan masyarakat. Kurikulum terkadang digunakan untuk menentukan ranking sosial. Kadang-kadang malahan kedudukan seseorang telah ditentukan sebelum lahir: karma menempatkan anda pada suatu kasta tertentu dan silsilah menempatkan anda pasda garis lingkar aristrokasi.
3.      Proses Belajar Mengajar
Di dalam pelaksanaannya ada yang menggunakan pendekatan yang berbasis pada guru (teacher centris), berbasis pada murid (student centris), dan perpaduan antara kedua pendekatan tersebut. Dalam hubungan ini, Ivan Illich berpendapat, bahwa ilusi besar yang menjadi tumpuan sistem sekolah adalah bahwa belajar adalah hasil dari pengajaran. Benar bahwa pengajaran dapat menyumbang pada terhadap jenis proses belajar tertentu dalam situasi tertentu. Tetapi kebanyakan orang memperoleh sebagian besar pengetahuan mereka di luar sekolah. Dan mereka memperoleh pengetahuan di sekolah hanya sejauh sekolah, di segelintir negara kaya, telah menjadi tempat kehidupan mereka yang utama sepanjang sebagian beasar hidup mereka.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Biografi Ivan Illich

Biografi Ivan Illich
Ivan Illich lahir di Wina sebuah kota yang menjadi ibu kota negara Austria pada tahun 1926, tidak diketahui tanggal lahirnya. Sejak kecil ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan sejak kecil pula ia mendapatkan pelajaran dan didikan dari orang tuanya, ia termasuk anak yang cerdas.
Setelah lulus dari sekolah tingkat pertama, kemudian Ivan Illich melanjutkan pendidikannya di Universitas Gregoriana, Roma, Italia. Di universitas itu Ivan Illich belajar tentang teologi. Setelah mendapatkan gelar sarjananya di Universitas Gregoriana, Roma, Italia, kemudian ia memutuskan untuk sekolah lagi di Universitas Salzburg. Di Universitas tersebut ia mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu sejarah, dan tidak lama kemudian ia diangkat atau ditahbiskan sebagai imam gereja katolik Roma.
Pada tahun 1951 ia telah mendarat di kota New York, Amerika Serikat. Karena waktu itu kota New York telah dipenuhi oleh imigran-imigran dari negara Irlandia dan Puerto Rico maka sehari-hariannya hidupnya ia habiskan dengan memberikan bimbingan baik bimbingan pendidikan maupun bimbingan keagamaan dan ia juga berkarya di tengah-tengah imigran tersebut.
Kemudian ia pergi ke Mexico, dan pada tahun 1956-1969 ia menjadi salah satu pendiri Centre For Intercultural Documentation (CIDOC) di Cuernavara, Mexico, dan sejak tahun 1964-1976 ia mendapatkan suatu penghormatan untuk memimpin seminar-seminar penelitian tentang Institusional Alternative In a Technological Society dengan memfokuskan studi-studi tentang Amerika Latin.
Komitmennya pada humanisme radikal menjadikan ia salah seorang hero bagi kaum katolik kiri. Akibatnya sepak terjangnya banyak tidak dimengerti oleh hirarki gereja dan lembaga-lembaga konvensional serta ide-ide yang berlaku tentang apa itu keutamaan sosial.
Sejak tahun 1981, Ivan Illich menjadi profesor tamu di Gottingen dan berlin di Jerman. Dan akhir tahun 1982 ia mengajar di Berkeley, California, Amerika Serikat. [11]
Ivan Illich yang dilahirkan di Wina pada tahun 1926 adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial dengan ide-ide pembebasannya tentang persekolahan, sehingga dikelompokkan sebagai pemikir “humanis radikal”. Ia termasuk orang yang mempunyai kepribadian yang langka, kegembiraan yang besar, wawasan luas, dan daya cipta yang subur, seluruh pemikirannya didasarkan pada perhatiannya terhadap penyempurnaan manusia secara fisik, secara rohaniah, dan secara intelektual [12]. Dan Ivan Illich meninggal pada tanggal 2 Desember 2002.
Semasa hidupnya, ia sempat mengeluarkan karyanya dalam bentuk buku-buku ilmiah, diantara buku-buku yang sudah terbit di Indonesia adalah :
Celebration of Awareness (diterbitkan oleh Ikon Teralitera pada tahun 2002 dengan judul Perayaan Kesadaran).
Medical Nemesis (diterbitkan oleh Yayasan Obor Nasional pada tahun 1995 dengan judul Batas-batas Pengobatan).
Deschooling Society (diterbitkan oleh Obor Nasional pada tahun 2000 dengan judul Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah).
Vernacular Gender (diterbitkan oleh Pustaka Pelajar pada tahun 1998 dengan judul Matinya Gender).
Sumber

http://arfanmuammar.blogspot.co.id/2012/06/gagasan-ivan-illich-dalam-pendidikan.html#.WF84_Pl97IV

Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
Pemikirannya dalam bidang pendidikan lebih banyak difokuskan pada masalah menghilangkan dikotomi pendidikan, mengembangkan kelembagaan pendidikan, pengembangan kurikulum, dan metode pengajaran.
1.      Menghilangkan Dikotomi Penidikan
Menurut Muhammad Abduh, bahwa diantara faktor yang membawa kemunduran dunia Islam adalah karena adanya pandangan dikotomis yang dianut oleh umat Islam, yakni dikotomi atau mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Berbagai lembaga pendidikan Islam di dunia pada umunya hanya mementingkan agama, dan kurang mementingkan ilmu umum.
2.      Pengembangan Kelembagaan Pendidikan
Dalam uapaya mengembangkan kelembagaan pendidikan, Muhammad Abduh mebdirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai bidang yang dibutuhkan, yaitu bidang administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, dan sebagainya. Melalui berbagai lemabaga pendidikan ini, Muhammad Abduh berupaya memasukkan pelajaran agama, sejarah, dan kebudayaan Islam.
3.      Pengembangan Metode Pengajaran
Menurut Muhammad Abduh bahwa metode pengajaran yang selama ini hanya mengandalkan hafalan perlu dilengkapi dengan metode yang rasional dan pemahaman (insight). Dengan demikian, di samping para siswa menghafal suatu bahan pelajaran, juga dapat memahaminya dengan kritis, objektif, dan komperehensif.
Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Biografi Muhammad Abduh

Biografi Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab.[1]
Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar Al Qur'an, dan berkat otaknya yang cemerlang maka dalam waktu dua tahun, ia telah hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika ia dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di desa
Thantha. Namun karena sistem pembelajarannya yang dirasa sangat membosankan, akhirnya ia memilih untuk menimba ilmu dari pamannya, Syekh Darwisy Khidr di desa Syibral Khit yang merupakan seseorang yang berpengetahuan luas dan penganut paham tasawuf. Selanjutnya, Muhammad Abduh melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, di Kairo dan berhasil menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1877.[2] Ketika menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemu dengan seorang ulama' besar sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, Said Jamaluddin Al Afghany, dalam sebuah diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarik
kepada Jamaluddin Al Afghany dan banyak belajar darinya. Al Afghany adalah seorang pemikir modern yang memiliki semangat tinggi untuk memutus rantai-rantai kekolotan dan cara-cara berfikir yang fanatik.
Udara baru yang ditiupkan oleh Al Afghany, berkembang pesat di Mesir terutama di kalangan mahasiswa Al Azhar yang dipelopori oleh Muhammad Abduh. Karena cara berpikir Abduh yang lebih maju dan sering bersentuhan dengan jalan pikiran kaum rasionalis Islam (Mu'tazilah), maka banyak yang menuduh dirinya telah meninggalkan madzhab Asy'ariyah. Terhadap tuduhan itu ia menjawab: "Jika saya dengan jelas meninggalkan taklid kepada Asy'ary, maka mengapa saya harus bertaklid kepada Mu'tazilah? Saya akan meninggalkan taklid kepada siapapun dan hanya berpegang kepada dalil yang ada".
Sumber

http://just4th.blogspot.co.id/2015/06/biografi-dan-pemikiran-abduh.html

Pemikiran Pendidikan Paulo Freire

Pemikiran Pendidikan Paulo Freire
Sebagian pemabaca ada yang berpendapat, bahwa memahami pemikiran Freire tidaklah mudah. Namun secara umum, pemikirannya bercorak humanisme rekonstruksionis. Yakni pendidikan yang diarahkan pada usaha membantu masyarakat, teruta,a kaum tertindas, dan pendidikan pendidikan yang memebrdayakan dan bertolak dari kepentingan masyarkat, bukan pendidikan yang didasarkan atas kemauan penguasa. Gagasan dan corak pemikirannya ini bertolak dari permasalahan pendidikan yang dihadapi masyarakat Brazil pada waktu itu. Yaitu pendidikan yang hanya berpihak pada kepentingan penguasa sebagaimana terlihat dalam pendidikan sistem bank (banking system) dan adanya proses dehumanisasi yang tidak hanya mewarnai mereka yang kemanusiannya dirampas, tetapi mereka yang merampasnya. Bagaimanapun juga, dalam perjuangan humanisasi itu manusia tertindas tidak boleh berbalik menindas. Maka perjuangan bagi pembebasan yang dilaksanakan oleh kaum tertindas harus merupakan perjuangan untuk sekaligus membebaskan juga kaum penindas. Inisiatif untuk pembebasan harus datang dari kaum tertindas, karean kaum penindas seraya menindas sesamanya tidak mungkin menemukan kekuatan untuk membebaskan diri dari tindakan menindas itu sendiri. Kalaupun kaum penindas bermaksud menghormati hak-hak kaum tertindas, paling-paling itu hampir selalu terwujud dalam sikap murah hati yang palsu. Sikap murah hati itu sebenernya muncul dari tertib sosial yang tidak adil.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.       

Biografi Paulo Freire

Biografi Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang tokoh pendidikan Brasil dan teoretikus pendidikan yang berpengaruh di dunia. Paulo Freire juga adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Freire dilahirkan di Recife, sebuah kota pelabuhan  bagian selatan Brasil pada 19 September 1921. Recife merupakan sebuah kota yang terbelakang dan miskin.[1]
Ayahnya bernama Joaquim Temistocles Freire, berprofesi sebagai polisi militer di  Pernambuco yang berasal dari Rio Grande de Norte. Ayahnya adalah seorang pengikut aliran kebatinan, tanpa menjadi anggota dari agama resmi. Baik budi, cakap, dan  mampu untuk mencintai.
Ibunya, Edeltrus Neves Freire, berasal dari Pernambuco, beragama Katolik,  lembut, baik budi, dan adil. Merekalah yang dengan contoh dan cinta mengajarkan kepada Paulo Freire untuk menghargai dialog dan menghormati pendapat orang lain.
Pada  tahun 1929 krisis ekonomi melanda Brasil. Orang tuanya, yang termasuk kelas menengah  terkena imbas krisis itu dan mengalami kejatuhan financial yang sangat hebat. Akibat  kondisi seperti itu, Freire terpaksa belajar mengerti apa artinya menjadi lapar bagi seorang anak sekolah. Sehingga pada umur 11 tahun, karena pengalaman yang  mendalam akan kelaparan, bertekad
untuk mengabdikan kehidupannya pada perjuangan melawan kelaparan, agar anak-anak lain jangan sampai mengalami kesengsaraan yang tengah dialaminya.[2]
Pada tahun 1943, Freire mulai belajar di Universitas Recife, sebagai seorang mahasiswa hukum, tetapi ia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa. Meskipun ia lulus sebagai ahli hukum, ia tidak pernah benar-benar berpraktik dalam bidang tersebut. Sebagai buktinya, ia pernah berkarier dalam waktu pendek sebagai seorang pengacara. Sebaliknya, ia bekerja sebagai seorang guru di sekolah-sekolah menengah, mengajar bahasa Portugis selama 6 tahun (1941-1947).[3]
Sekitar tahun 1944, ia menikah dengan seorang guru bernama Elza Maia Costa Olievera, seorang rekan gurunya. Pernikahan inilah yang memantapkan pergeseran interesnya dari bidang hukum ke bidang pendidikan, sebagaimana diakuinya sendiri, “. . . precisely after my marriage when I started to have a systematic interest in educational problems.”3 Mereka berdua bekerja bersama selama hidupnya sementara istrinya juga membesarkan kelima anak mereka.
Pada 1946, Freire diangkat menjadi Direktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di Negara bagian Pernambuco (yang ibu kotanya adalah Recife). Selama bekerja itu, terutama ketika bekerja di antara orang-orang miskin yang buta huruf, Freire mulai merangkul bentuk pengajaran yang non-ortodoks yang belakangan dianggap sebagai teologi pembebasan.
Tahun 1959, Freire menyerahkan disertasi doktoral di Universitas Recife dengan judul Educacao e Atualidade Brasileira (Pendidikan dan Keadaan Masa Kini di Brasil). Di kemudian hari, ia bahkan diangkat sebagai guru besar bidang sejarah dan filsafat pendidikan di universitas tersebut.
Pada 1961-1964, ia diangkat sebagai Direktur Pertama dari Departemen Perluasan Kebudaya Universitas Recife. Dan pada 1962, ia mendapatkan kesempatan pertama untuk menerapkan secara luas teori-teorinya. Saat itu, 300 orang buruh kebun tebu diajar untuk membaca dan menulis hanya dalam 45 hari. Sebagai tanggapan terhadap eksperimen ini, pemerintah Brasil menyetujui dibentuknya ribuan lingkaran budaya di seluruh negeri.
Karena keberhasilannya dalam program pemberantasan buta huruf di daerah Angicos, Rio Grande do Norte, ia diangkat sebagai Presiden dari Komisi Nasional untuk Kebudayaan Populer.
Pada tahun 1964, terjadi kudeta militer di Brasil, yang mengakhiri upaya itu.[4] Rezim yang berkuasa saat itu menganggap Freire seorang tokoh yang berbahaya, karena itu mereka menahannya selama 70 hari sebelum akhirnya “mempersilahkan” Freire untuk meninggalkan negeri itu. Ia memulai masa 15 tahun pembuangannya dan tinggal untuk sementara waktu di Bolivia.[5] Dari Bolivia ia pindah ke Chili dan berkerja selama 5 tahun untuk organisasi internasional Christian Democratic Agrarian Reform Movement. Dalam masa 5 tahun ini, ia dianggap sangat berjasa menghantar Chili menjadi 1 dari 5 negara terbaik di dunia yang diakui UNESCO sukses dalam memberantas buta huruf. Pada tahun 1969, ia sempat menjadi visiting professor di Universitas Harvard.
Antara tahun 1969-1979, ia pindah ke Jenewa dan menjadi penasihat khusus bidang pendidikan bagi Dewan Gereja Dunia. Pada masa itu Freire bertindak sebagai penasihat untuk pembaruan pendidikan di bekas koloni-koloni Portugis di Afrika, khususnya Guinea Bissau dan Mozambik. Pada akhir tahun 1960-an inilah ia menulis salah satu bukunya yang paling terkenal, Pedagogy of the Oppressed.
Pada tahun 1979, Freire kembali ke Brasil dan menempati posisi penting di Universitas Sao Paulo. Freire bergabung dengan Partai Buruh Brasil (PT) di kota São Paulo, dan bertindak sebagai penyedia untuk proyek melek huruf dewasa dari tahun 1980-1986. Ketika PT menang dalam pemilu-pemilu munisipal pada 1986, Freire diangkat menjadi Sekretaris Pendidikan untuk São Paulo.
Dan pada tahun 1986 juga, istrinya Elza meninggal dunia. Kemudian Freire menikahi Maria Araújo Freire dan melanjutkan pekerjaan pendidikannya sendiri yang radikal.
Tahun 1988, ia ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan untuk kota Sao Paulo, sebuah posisi yang memberinya tanggung jawab untuk mereformasi dua pertiga dari seluruh sekolah negeri yang ada.
Pada 1991, didirikanlah Institut Paulo Freire di São Paulo untuk memperluas dan menguraikan teori-teorinya tentang pendidikan rakyat. Institut ini menyimpan semua arsip Freire.
Freire meninggal pada 2 Mei 1997, dalam usia 75, akibat penyakit jantung. Selama hidupnya, ia menerima beberapa gelar doktor honoris causa dari berbagai universitas di seluruh dunia. Ia juga menerima beberapa penghargaan, di antaranya:
1. UNESCO’s Peace Prize tahun 1987.
2. Dari The Association of Christian Educators of the United States sebagai The Outstan Christian Educator pada tahun 1985.
3.  Penghargaan Raja Baudouin (Belgia) untuk Pembangunan Internasional
Sumber

http://mariatulkiftiah.blogspot.co.id/2011/06/paulo-freire-dan-pemikirannya.html

Pemikiran Pendidikan William Stern (Konvergensi)

Pemikiran Pendidikan William Stern (Konvergensi)
Pemikiran pendidikan William Stern bertumpu pada hasi sintesis dari kedua teori sebelumnya, yang selanjutnya dikenal dengan teori konvergensi. Menurut teori konvergensi, bahwa bagaimanapun kuatnya alasan kedua aliran diatas, namun kedua nya kurang realistis. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa pengaruh lingkungan pendidikan yang positif tidak akan dapat membina kepribadian yang postif, dan sebaliknya waalau lingkungan pendidikan yang positif dan maksimal tidak akan menghasilkan kepribadia ideal, tanpa potensi hereditas yang baik. Oleh karena itu, perkembangan kepribadian yang sesungguhnya adalah hasil proses kedua faktor, yaitu faktor internal, berupa bawaan sejak lahir, berupa bakat, talenta, potensi, kecerdasan intelektual, spiritual, emosional, dan lainnya, serta keadaan fisik tertentu, dan faktor eksternal, berupa lingkungan pendidikan, masyarakat perkembangan ilmu pengetahuan, kehidupan beragama, tardisi, budaya, peradaban, dan nilai-nilai lainnya yang berkembang di masyarakat. Setiap pertumbuhan dan perkembangan pribadi adalah hasil dari proses konvergensi dari faktor-faktor internal dan eksternal tersebut.
Teori konvergensi ini lebih lanjut mengatakan, bahwa walaupin manusia berasal dari pembawaan yang sama, namun amat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Kemampuan dua anak kembar ketika lahirnya sudah dapat ditentukan oleh dokter yang mengatakan, bahwa pembawaan mereka sama, namun jika keduanya dibesarkan dalam lingkungan yang berlainan, mereka akan memiliki perkembangan jiwa dan kepribadian yang berbeda.
Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Biografi William Stern

Biografi William Stern
William Stern (29 April 1871 - 27 Maret 1938), lahir Louis William Stern, [1] adalah seorang psikolog dan filsuf Jerman tercatat sebagai pelopor dalam bidang psikologi kepribadian dan kecerdasan. Dia adalah penemu konsep intelligence quotient, atau IQ, kemudian digunakan oleh Lewis Terman dan peneliti lain dalam pengembangan tes IQ pertama, didasarkan pada karya Alfred Binet. Dia adalah ayah dari penulis dan filsuf Jerman Günther Anders. Pada tahun 1897, Stern menemukan variator nada, memungkinkan dia untuk penelitian persepsi manusia suara dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Biografi
Stern lahir di Berlin, cucu dari filsuf Jerman-Yahudi reformasi Sigismund Stern. Ia menerima gelar PhD di bidang psikologi dari University of Berlin, di mana ia belajar di bawah Ebbinghaus pada tahun 1893. Dia mengajar di Universitas Breslau 1897-1916. Pada tahun 1916 ia diangkat sebagai Profesor Psikologi di University of Hamburg, di mana ia tetap sampai 1933 sebagai Direktur Institut psikologi. Stern, seorang Yahudi, digulingkan oleh rezim Hitler setelah bangkitnya kekuatan Nazi. Dia berhijrah pertama ke Belanda, kemudian ke Amerika Serikat pada tahun 1933, di mana ia diangkat Dosen dan Profesor di Duke University. Dia mengajar di Duke sampai kematiannya pada tahun 1938 karena serangan jantung.
Ia menikah dengan Clara Joseephy, psikolog. Mereka memiliki 3 anak: Hilde, Eva dan Günther, yang menjadi esais dan pemikir juga.
Stern dianggap pada masanya sebagai seorang psikolog muda terkemuka dan salah satu pakar terkemuka dalam psikologi diferensial. Dia diperkenalkan ke intelijen pengujian konsep intelligence quotient atau IQ, praktek membagi usia perkembangan oleh usia kronologis. Filosofi Stern, yang ditetapkan dalam buku tebal beberapa, dinyatakan sebagai bentuk personalisme.
Stern juga menulis tentang persona dari kelompok orang. Ia memandang lembaga besar seperti gereja sebagai entitas yang hidup dengan kepribadian. Ia dikutip dalam buku De Belanda levende Onderneming ("Perusahaan Hidup") oleh Arie de Geus yang menggunakan filosofi Stern untuk menjelaskan umur panjang perusahaan tertentu seperti Shell Oil dan Mitsubishi.
Sumber

http://sttress.blogspot.co.id/2013/03/william-stern.html

Pemikiran Pendidikan John Locke (Empirisme)

Pemikiran Pendidikan John Locke (Empirisme)
John Locke dikenal sebagai pemikir pendidikan beraliran empirisme atau aliran yang berdasar pada pengalaman. Menurut John Locke, bahwa anak yang lahir di dunia ini sebagai kertas kosong (putih) atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa) yang belum ada tulian diatasnya, sehingga aliran ini disebut pula dengan nama aliran tabula rasa. Kertas kosong atau meja berlapis lilin itu dapat ditulisi dengan sekehendak hati yang menulisnya, dan lingkungan itulah yang menulis kertas kosong (putih) tersebut. Menurut teori ini, kepribadian didasarkan pada lingkungan pendidikan yang didapatinya atau perkembangan jiwa sesoeorang semata-mata bergantung pada pendidikan. Dunia luar pada umunya disebut lingkungan, yaitu lingkungan yang berjiwa (hidup) dan lingkungan yang tidak berjiwa (mati). Lingkungan yang hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan tanaman. Sedangkan lingkungan yang mati meliputi benda-benda mati seperti tanah, air, batu, dan sebagainya.
Paham empirisme John Locke ini juga sejalan dengan paham Helevatus, seorang filsuf Yunani yang berpendapat, bahwasannya manusia dilahirkan dengan jiwa dan watak yang hampir sama, yaitu bersih dan suci. Pendidikan dan lingkunganlah yang akan membuat atau mencetak anak tersebut menjadi sesuai yang diinginkan.

Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Biografi John Locke

Biografi John Locke
John Locke lahir 29 Agustus 1632 meninggal 28 Oktober 1704. Ia seorang filsuf abad ke-17 tertama dalam bidang kemasyarakatan dan epistemologi. Gagasan terkenal John Locke adalah mengenai bentuk pemerintahan. Ia menjelaskan "Pemerintah adalah manifestasi dari yang diperintah". Idenya Menjadi pondasi bagi konsep hukum dan pemerintahan Amerika. Dalam bidang epistemologi dan filsafat, pemikiran John Locke juga memiliki banyak pengaruh signifikan di Amerika. Locke diposisikan dalam kelompok yang disebut empiris nggris,bersama David Hume dan George Berkeley. Karya-karya besar John Locke antara lain (1) Essay Tentang Memahami Manusia (1689) , (2) A Letter Concerning Toleration (1690), (3) Essay tentang Pemerintahan Sipil (1690)
Biografi
Locke lahir di Wrington, sekitar sepuluh mil dari Bristol,Inggris, pada tahun 1632. Ayahnya, seorang pengacara, menjabat kapten kavaleri selama Perang Saudara di Inggris Inggris. Pada 1647,Locke dikirim ke Sekolah bergengsi Westminster di London. Setelah menyelesaikan studinya di sana, ia masuk ke universitas, Oxford. Dia banyak membaca karya-karya filsuf modern seperti Rene Descartes yang menurutnya lebih menarik daripada bahan kuliah yang dianggapnya klasik.
Locke memperoleh gelar sarjana tahun 1656 dan gelar master di tahun 1658. Meskipun Locke tidak pernah menjadi seorang dokter, ia memperoleh sarjana kedokteran di 1674. Ia belajar kedokteran secara ekstensif selama di Oxford University. Pada 1666, ia bertemu Anthony Ashley Cooped dan Shaftesbury yang datang ke Oxford dalam rangka pengobatan untuk infeksi hati. Shaftesbury terkesan dengan kecerdasan Locke dan memintanya untuk bekerja dengannya.
Locke kemudian meniti karir di Rumah Shaftesbury's di Exeter House di London pada tahun 1667. Di London, Locke melanjutkan studi kedokteran,di bawah asuhan Thomas Sydenham. Sydenham memiliki pengaruh besar dalam pemikiran filosofis Locke – yang tampak dalam Essaynya tentang Human Understanding. pengetahuan medis Locke diuji, setelah Shaftesbury's terkena infeksi hati yang mengancam hidupnya. Locke berkoordinasi dengan beberapa dokter dan membujuk Shaftesbury untuk menjalani operasi untuk menghilangkan kista. Shaftesbury akhirnya dapat disembuhkan dari penyakitnya dan menganggap Locke sebagai penyelamat nyawanya.
Sebagai pendiri gerakan “Whig” pemikiran Shaftesbury banyak dipengaruhi ide-ide politik Locke. Locke akhirnya terlibat dalam dunia politik ketika Shaftesbury menjadi Kanselir tahun 1672. Setelah jatuhnya partai Whig, tahun 1675, Locke menjadi pelarian di Perancis selatan. Ia kembali ke Inggris pada tahun 1679, namun Locke kembali melarikan diri ke Belanda pada tahun 1683 karena dicurigai terlibat dalam Rye House Plot. Locke tidak kembali ke Inggris sampai setelah terjadi Revolusi di Inggris. Sebagian besar penerbitan Locke dilakukannya setelah kembali ke Inggris. Dia meninggal pada 1704 setelah mengalami sakit yang sukup lama.
Sumber

http://biografiteladan.blogspot.co.id/2011/03/biografi-john-locke.html

Pemikiran Pendidikan Arthur Schopenhauer (Nativisme)

Pemikiran Pendidikan Arthur Schopenhauer (Nativisme)
Schopenhauer berpendapat, bahwa kemungkinan seorang anak mempunyai potensi hereditasnya rendah, maka akan tetap rendah meskipun ia sudah dewasa atau telah terdidik. Yang jahat akan menjadi tetap jahat, dan yang baik akan menjaid baik. Pendidikan tidak akan mengubah manusia, karena potensi itu bersifat kodrati. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan potensi anak didik, adalah pendidikan yang tidak berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan Schopenhauer tersebut diatas sejalan dengan teori disiplin mental yang di dalamnya termasuk mental teistik, disiplin mental humanistik, naturalisme, dan apersepsi.
Teori disiplin mental teistik berasal dari psikologi daya. Menurut teori ini, imdividu atau anak mempunyai sejumlah daya mental seperti daya mengamati, menanggapi, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan sebagainya. Belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut.
Selanjutnya, sisiplin mental humanistik bersumber pada psikologi humanisme klasik dari Plato dan Aristoteles. Teori ini hampir sama dengan teori pertama, bahwa anak memiliki potensi-potensi yang perlu dilatih agar berkembang. Perbedaannya dengan teori disiplin mental teistik, adalah bahwa teori tersebut menekankan baian-bagian, latihan-latihan atau aspek tertentu. Teori disiplin mental humanistik lebih menekankan keseluruhan, dan keutuhan.
Adapun teori naturalisme atau natural unfoldment atau self actualiziation adalah teori yang berpangkal dari psikolog naturalisme roamntik dengan tokoh utamanya Jean Jacques Rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya, bahwa anak mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki kemampuan untuk belajar dan berkembang senidiri.
Teori yang keempat yang termasuk rumpun disiplin mental, adalah apersepsi, yang terkadang disebut Hebartisme yang ebrsumber pada psikologi strukturalisme dengan tokoh utamanya Herbart. Menurut aliran ini, bahwa belajar adalah membentuk masa apersepsi. Amak memiliki kemampuan untuk mempelajari sesuatu.


Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Biografi Arthur Schopenhauer

Biografi Arthur Schopenhauer
Arthur Schopenhauer adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Ia lahir pada 22 Februari 1788 di Danzig, Polandia. Keluarga Schopenhauer sangat kental dengan tradisi Belanda. Ayahnya, Heinrich Floris Schopenhauer (1747 – 1805) dan Johanna Schopenhauer adalah seorang pengusaha sukses yang mengontrol keluarganya dengan gaya bisnis. Nama Arthur Schopenhauer mencerminkan luasnya jaringan sang ayah dalam perdagangan internasional, sehingga ia memilihkan nama untuk anak pertamanya itu dengan kolaborasi kosa kata Jerman, Perancis, dan Inggris. Pada bulan Maret 1793, ketika Schopenhauer masih berusia 5 tahun, keluarga pindah ke Hamburg, setelah Danzig diduduki oleh Prussia.
Lahir di tengah keluarga pengusaha kaya, Schopenhauer sering melakukan kunjungan wisata ke berbagai negara di Eropa. Pada tahun 1797 – 1799 ia tinggal di Perancis, dan sebentar tinggal di Inggris di tahun 1803. Kondisi inilah yang memungkinkan Schopenhauer mempelajari bahasa Negara-negara yang dikunjunginya. Schopenhauer dalam diarynya mengatakan, tinggal di Perancis adalah pengalaman paling menyenangkan. Meskipun sejak kecil sang ayah telah mendidiknya dengan bisnis, dan selama dua tahun ia mengikuti kursus dan magang bisnis di Hamburg, namun Schopenhauer merasa bisnis bukanlah jalan hidup yang cocok baginya. Pada usia 19 tahun, ia memutuskan untuk mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi. 20 April 1805 adalah hari menyedihkan bagi Schopenhauer, karena sang ayah meninggal dunia, yang diduga kuat akibat bunuh diri.
Setelah kematian Floris, Ibu Schopenhauer, Johanna Troisiener Schopenhauer (1766 – 1838), memutuskan untuk pindah bersama anak-anaknya ke Weimar. Johanna adalah wanita cerdas dan memiliki pergaulan yang luas. Di Weimer ia bersahabat dengan Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832). Di Weimer, Johanna Schopenhauer aktif menulis essai, kisah perjalanan, dan novel.
Pada tahun 1809, Schopenhauer memulai studi di University of Gottingen di bidang Kedokteran, kemudian mengambil Filsafat. Di Gottingen, dia terpikat dengan pandangan seorang “skeptical philosopher”, Gottlob Ernst Schulze (1761 – 1833). Lewat Schulze-lah Schopenhauer mengenal pemikiran Plato dan Immanuel Kant. Setelah melewati masa studi 2 tahun di Gottingen, Schopenhauer kemudian mendaftarkan diri di Universitu of Berlin. Di sana ia diajar oleh Johann Gottlieb Fichte (1762 – 1814), dan Friedrich Schleiermacher (1768-1834). Di dua universitas ini, Schopenhauer mempelajari banyak bidang keilmuan, antara lain: fisika, psikologi, astronomi, zoology, arkeologi, fisiologi, sejarah, sastra dan syair. Pada umur 25 tahun ia berhasil menyelesaikan disertasi dengan judul “The Fourfold Root of the Principle of Sufficient Reason”. Pada tahun 1813, ia memutuskan pindah ke Rudolstadt, dan pada tahun yang sama ia menyampaikan disertasinya di University of Jena, kemudian dianugerahi gelar doktor filsafat.
Pada tahun 1814, Schopenhauer memulai pekerjaannya sebagai penulis dengan judul bukunya The World as Will and Representation (Die Welt als Wille und Vorstellung), Dunia sebagai Kehendak dan Gagasan. Dia menyelesaikannya pada tahun 1818 dan menerbitkannya setahun kemudian. Pada tahun 1820 Schopenhauer menjadi dosen di Universitas Berlin. Dia menjadwalkan untuk memberikan kuliah yang sama dengan pemikiran filsuf terkenal Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Namun, hanya lima orang yang berminat mengikuti kuliahnya dan dia pun di keluarkan dari akademi tersebut.
Pada tahun 1813, wabah kolera menyerang Berlin. Schopenhauer pun menetap di Frankfrut tahun 1833. Pada saat itu, dia telah berusia dua puluh tujuh tahun. Dia tinggal sendirian di Frankfrut. Karyanya berupa pemikiran yang paling menonjol di sepanjang hidupnya adalah Senilia. Judul ini diterbitkan sebagai penghargaan kepadanya. Schopenhauer mempunyai sebuah undang-undang yang kuat. Pemikiran Schopenhauer banyak dipengaruhi oleh pandangan Buddha dan filsuf Imanuel Kant. Kekagumannya kepada keduanya itu amat besar. Hal ini terlihat dari ruang kerjanya dipasang dengan kedua patung tokoh tersebut.
Pada tahun 1833, Dia hidup sebagai bujang kaya berkat warisan orangtuanya. Schopenhauer hidup dengan ketakutan kerena dia merasa terancam. Oleh sebab itu, dia sering tidur dengan pistol di sampingnya. Ia banyak menerbitkan tulisan, namun tidak laku dijual. Dia sendirilah yang membeli buku karya tulisannya untuk disimpan. Beberapa tahun menjelang akhir hidupnya, barulah ia terkenal. Buku yang disimpannya itupun diedarkannya. Schopenhauer hidup sendiri. rencana pernikahannya selalu berantakan. Dia menganggap hidup dengan banyak orang memuakkan dan membuang waktu baginya. Ia menhina dan mengejek Kaum wanita sebagai “para karikatur”.
Pada tahun 1860, keadaannya mulai memburuk. Dia pun meninggal pada 21 September 1860 karena gagal jantung ketika duduk di bangku sekitar rumahnya. Dia meninggal pada usia yang ke-72 tahun.
Sumber

http://astitriyatni.weblog.esaunggul.ac.id/2015/04/15/biografi-dan-pemikiran-arthur-schopenhauer/

Corak Pemikiran Pendidikan John Dewey

Corak Pemikiran Pendidikan John Dewey
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, bahwa corak pemikiran pendidikan John Dewey adalah bersifat progresif, atau berdasarkan pada filsafat progesivisme. Ciri utama filsafat Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu berubah, mengalir atau on going-ness. Prinsip ini membawa konsekuensi yang cukup jauh, yaitu bahwa bagi John Dewey tidak ada yang menetap dan abadi. Semuanya berubah. Selain itu, corak filsafat John Dewey adalah anti dualistik. Selanjutnya John Dewey juga mengahargai pengalaman, sebagai dasar pengetahuan dan kebijakan. Dalam hubungan ini, ia mengatakan: Experience is the basis for knowledge and wisdom. Artinya pengalaman adalah satu satunya dasar bagi pengetahuan dan kebijakan. Artinya pengalam adalah pengalaman adalah melakukan sesuatu, baik yang berbentuk aktif maupun pasif. Dengan kata lain, bahwa corak pemikiran John Dewey sejalan dengan corak pemikiran Aristoteles yang bersifat realistik empiris, yakni pengalaman yang bersifat real dan empiris itulah yang membentuk pengetahuan dan keterampilan manusia. Hal ini berada dengan pandangan Plato yang bersifat idealistik yakni yang menyatakan, bahwa yang menentukan dan membentu pengetahuan adalah  susuatu yang ada di dalam idea. Segala sesuatu yang berada di alam empirik seperti bangunan gedung, peralatan transportasi, perlatan rumah tangga, hingga perlatan teknologi canggih lainnya adalah merupakan gambaran atau foto kopi sesuatu yang ada didalam idea. Sementara John Dewey menekankan, bahwa pengetahuan atau mengetahui segala sesuatu itu dibentuk berdasarkan pengalaman. Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa mengetahui tanpa mengalami adalah  omong kosong.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dasar Pemikiran John Dewey

Dasar Pemikiran John Dewey
John Dewey menganggap negara sebagai bentuk masyarakat tertinggi. Untuk itu pendidikan harus diarahkan kepada pembentukan warga negara yang baik. Filsafat hidup yang dianutnya pragmatisme. Dewey mengukur nilai manusia dengan kehidupan praktis. Apakah suatu itu palsu atau benar tergantung pada praktik dan hasilnya. Jika dalam praktiknya gagl, maka hal itu doisebabkan adanya kepalsuan. Bagi Dewey, betul atau tidaknya sesuatu tergantung pada hasil yang dicapai.
John Dewey sering mempraktikan metode eksperimental. Baginya berbuat ilmiah adalah berbuat eksperoimental. Bagi Dewey, proses pendidikan mempunyai dau segi, aspek sosiologis dan psikologis. Dalam mengisi dan mengembangkan pendidikan, menurut Dewey harus mengetahui apa yang ada pada si anak untuk dikembangkan. Kita juga perlu mengetahui kemana potensi-potensi anak itu harus disalurkan. Semua harus diabdikan kepada kehidupan sosial. Dengan begini pendidikan adalah suatu proses sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, Dewey menunjukan adanya empat karakter pada anak, yaitu :
a.       Sosial.
b.      Suka membentuk/membangun.
c.       Suka menyelidiki.
d.      Suka kepada kesenian sebagai suatu alat ekspresi.
Jika kebanyakn sekoah mempunyai format “sekolah mendengar”, maka Dewey mengubahnya sebaga “sekolah bekerja”. Dalam praktiknya, Dewey terpaksa harus berdamai dengan: “sekolah lama”. Salah satu dari gagasan Dewey adalah apa yang disebut sebagai “metode proyek” yang banyak dipraktikan di berbagai lemabaga pendidikan dan sekolah. Buku-bukunya antara lain: School and Society (sekolah dan masyarakat), dan How We Think (bagaiamana kita berpikir).

Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Biografi John Dewey

Biografi John Dewey
Ia dilahirkan di Burlington Amerika,[1] pada tanggal 20 Oktober tahun 1859 M, dan meninggal 1 Juni 1952 M, di New York.[2]] Sesudah mendapat diploma ujian kandidat, ia 2 tahun menjadi guru  (1879). Tiga tahun kemudian ia menjadi mahasiswa lagi dan mendapat gelar doctor dalam filsafat (1884). Ia diangkat menjadi dosen lalu asisten professor dan kemudian professor di Michingan. Sebagai professor dalam filsafat di Chicago, ia memimpin juga  dibidang Pedagogik dan mendirikan suatu sekolah percobaan untuk menguji dan mempraktekkan teorinya. Sepuluh tahun ia bekerja keras pada universitas ini dan mengumpulkan serta mendidik orang-orang yang akan meneruskan cita-citanya.Pada tahun 1904 sampai 1931 ia bekerja pada Universitas Columbia di New York, disamping memberikan kuliah filsafat ia juga sering di undang oleh berbagai negara untuk memberikan kuliah, seperti : Jepang, China, Turki, Mexico, Rusia, dan Inggris. Dan pada usianya yang ke-93 ia meninggal dunia pada tahun 1952.[3] untuk sebuah keluarga sederhana berarti[4]Seperti kakaknya, Davis Kaya Dewey , ia menghadiri University of Vermont , dari mana dia lulus ( Phi Beta Kappa ) [5]pada tahun 1879. Seorang profesor yang signifikan Dewey di University of Vermont adalah Henry AP Torrey , anak mertua dan keponakan dari mantan Universitas Vermont presiden Joseph Torrey . Dewey dipelajari secara pribadi dengan Torrey antara lulus dari Vermont dan pendaftaran di Johns Hopkins University[6],[7]
            Dalam buku yang dikarang oleh sudarsono yang berjudul ilmu filsafat menyebutkan bahwa :
John Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1895,Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore,ia menjadi guru besar dibidang filsafat dan juga dibidang pendidikan pada Universitas Chicago ( 1895-1904 ) dan akhirnya di universitas Colombia (1904-1921).[8]
            Setelah dua tahun sebagai guru sekolah menengah di Oil City, Pennsylvania dan satu sekolah pengajaran dasar di kota kecil Vermont Charlotte, Dewey memutuskan bahwa ia tidak cocok untuk bekerja di pendidikan dasar atau menengah. Setelah mempelajari dengan George Sylvester Morris , Charles Sanders Peirce , Herbert Baxter Adams , dan G. Stanley Hall , Dewey menerima gelar Ph.D. dari School of Arts & Sciences di Universitas Johns Hopkins . Pada tahun 1884, ia menerima posisi fakultas di Universitas Michigan (1884-1888 dan 1889-1894) dengan bantuan George Sylvester Morris . Disertasi yang tidak diterbitkan dan sekarang hilang berjudul “The Psychology of Kant . “
            Pada tahun 1894 Dewey bergabung dengan yang baru didirikan Universitas Chicago (1894-1904) di mana ia mengembangkan keyakinannya pada teori empiris berbasis pengetahuan, menjadi terkait dengan filosofi Pragmatis baru muncul. Waktu di University of Chicago menghasilkan empat esai kolektif berjudul Pemikiran dan Subyek-nya Cetakan , yang diterbitkan dengan karya-karya dikumpulkan dari rekan-rekannya di Chicago di bawah judul kolektif Studi di Teori logis (1903). Selama waktu itu Dewey juga memprakarsai Universitas Chicago Sekolah Laboratorium , di mana ia mampu mengaktualisasikan keyakinan pedagogis yang menyediakan bahan untuk karya besarnya yang pertama pada pendidikan, Sekolah dan Kemajuan Sosial (1899). Perbedaan pendapat dengan pemerintah pada akhirnya menyebabkan pengunduran dirinya dari Universitas, dan tidak lama kemudian ia pindah dekat Pantai Timur. Pada tahun 1899, Dewey terpilih sebagai presiden dari American Psychological Association . Dari 1904 hingga pensiun pada tahun 1930 dia profesor filsafat di kedua Columbia University dan Columbia University Teachers College.[9] Pada tahun 1905 ia menjadi presiden dari Asosiasi American Philosophical . Dia adalah anggota lama dari Federasi Amerika Guru .
            Seiring dengan sejarawan Charles A. Beard , ekonom Thorstein Veblen dan James Harvey Robinson , Dewey adalah salah satu pendiri dari The New School . Tulisan Dewey paling signifikan adalah “Konsep Arc Reflex di Psikologi” (1896), sebuah kritik terhadap konsep psikologis standar dan dasar dari semua pekerjaan lebih lanjut nya; Demokrasi dan Pendidikan (1916), karya terkenal tentang pendidikan progresif; Alam dan Manusia Perilaku (1922), studi tentang fungsi dari kebiasaan dalam perilaku manusia; Publik dan Masalah-nya (1927), pertahanan demokrasi ditulis dalam menanggapi Walter Lippmann ‘s The Phantom Public (1925); Pengalaman dan Alam (1925) , Dewey paling “metafisik” pernyataan; Seni sebagai Pengalaman (1934), pekerjaan utama Dewey pada estetika; A Iman Umum (1934), sebuah studi humanistik agama awalnya disampaikan sebagai Dwight H. Terry Lektor di Yale; Logika: Teori Kirim (1938), sebuah pernyataan dari konsepsi yang tidak biasa Dewey logika; Kebebasan dan Budaya (1939), sebuah karya politik memeriksa akar fasisme, dan Mengetahui dan Dikenal (1949), sebuah buku yang ditulis bersama dengan Arthur F. Bentley yang sistematis menguraikan konsep trans-tindakan, yang merupakan pusat untuk karya yang lain. Sementara masing-masing karya berfokus pada satu tema filosofis tertentu, Dewey termasuk tema utama dalam sebagian besar apa yang dipublikasikan. Ia menerbitkan lebih dari 700 artikel dalam 140 jurnal, dan sekitar 40 buku.
            Mencerminkan pengaruh besar pada abad ke-20 berpikir, Hilda Neatby , pada tahun 1953, menulis “Dewey telah berkunjung ke zaman kita apa Aristoteles adalah ke abad-abad sesudahnya tengah , bukan filsuf, tetapi filsuf. “[10]]
Dewey pertama kali menikah dengan Alice Chipman. Mereka memiliki enam anak.[11]Istri keduanya adalah Roberta Lowitz Grant.[12]
Sumber :

https://kumpulantokohdunia.wordpress.com/tag/tokoh-dunia-john-dewey/

Jumat, 23 Desember 2016

Hubungan Filsafat Ilmu dengan Pendidikan

Hubungan Filsafat Ilmu dengan Pendidikan
Pertama, pendidian berfungsi sebagai sarana atau media untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepa masyarakat, sehingga masyarakat yang memasuki lembaga pendidikan sering menyebut dirinya sebagai orang yang menuntut ilmu. Sesungguhnya dari dunia pendidikan seseorang bukan hanya mendapatkan ilmu, melainkan juga mendapatkan keterampilan, pengalaman, dan pembinaan kepribadian.
Kedua, ilmu berfungsi sebagai referensi atau rujukan dalam menyusun, mengkonstruksi dan mengembangkan berbagai konsep pendidikan, sehingga konsep dan pelaksanaan pendidikan tidak lagi semata-mata berdasarkan semangat pengabdian yang iklhlas, kebiasaan atau kebetulan, sebagaimana umunya yang banyak dijumpai pada lemabaga-lembaga pendidkan di masyarakat sebelum era modern, melainkan pendidikan dirancang dan dilaksanaka berdasarkan ilmu.
Ketiga, bahwa ilmu erat hubungannya dengan isi dari struktur kurikulum, karena di dalam struktur kurikulum adalah berupa ilmu-ilmu seperti ilmu tentang membaca, menulis, berhitung, sejarah, olahraga, fisika, kimia, biologi, dan lain sebagainya.
Keempat, bahwa ilmu yang didasarkan pada pandangan agam Islam sangat dibutuhkan guna membawa manusia untuk menjadi orang yang menyadari dan mensyukuri anugrah Allah Swt, karena semua ilmu yang dihasilkan oleh manusia tersebut pada hakikatnya berasal dari Allah Swt.

Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Hubungan Filsafat Tentang Alam dan Pendidikan

Hubungan Filsafat Tentang Alam dan Pendidikan
Pertama, seacara umum menjadi dasar bagi penyususnan konsep pendidikan yang berbasis alam semesta, yakni pendidikan yang dalam smua aspeknya: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar, prose belajar mengajar, lingkugan, dan lainnya memerhatikan kondisi alam lingkungan di mana pendidikan tersebut diadakan.
Kedua, visi pendidikan yang berbasis pandangan tentang alam, adalah menjadikan pendidkan sebagai sarana yang unggul, terdepan dan strategis dalam memberikan kemampuan pada masyarakat dalam memberdayakan segenap potensi alam secara cerdas, cermat, bijaksana dan amanah.
Ketiga, misi pendidikan yang berbasis alam adalah
1.      Memperkenalkan alam semesta.
2.      Memberikan kemampuan dan keterampian mengola alam secara bijaksana.
3.      Memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memelihara dan melestarikan alam.
4.      Memberikan pemahan yang mendalam berdasarkan petinjuk Al-Qur’an dan al-Sunah yang menunjukan bahwa alam sebagai ciptaan Allah Swt.
Keempat, tujuan pendidikan yang berbasis alam adalah melahirkan peserta didik yang memiliki wawasan, keterampilan dan tanggung jawab dalam mengelola alam semesta, serta menggunakannya untuk kemaslahatan bersama.
Kelima, kurikulum yang berbasis alam adalah kurikulum yang dalam seluruh komponen yang terdapat dalam strukturnya, tujuan, mata pelajaran, proses belajar mengajar, bahan ajar, dan evaluasinya dirancang berdasarkan pemahaman yang komperhensif, integrated, mendalam, dan holistik tentang alam semesta.

Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Metode Proses Belajar Mengajar

Metode Proses Belajar Mengajar
Proses belajar menagajar pada dasarnya adalah kegiatan interaksi dan komunikasi anatar guru dan murid dalam ramgka menyampaikan ilmu pengetahuan, wawasan dan sebagainya. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar mengajar yang menyenangkan, menggairahkan, mencerahkanm dan efektif. Untuk itu diperlukan pemahaman terhadap karakter jiwa anak didik. Pemahaman terhadap konsep jiwa manusia dangat membantu dalam merumuskan konsep metode proses belajar mengajar. Didalam psikologi misalnya dijumpai aliran Nativisme yang menekan kan pada segi-segi pembawaan yang dibawa sejak lahir, aliran empirisme yang menakankan pengaruh lingkungan dan aliran yang menkankan perpaduan antara pengaruh lingkungan dalam diri anak dan dari lingkungan sekitar. Dari berbagai teori tersebut maka kan lahir metode dan pendekatan dalam kegiatan belajajar mengajar.
·         Dari teori nativisme akan lahir pendekatan belajar yang berpusat pada guru (theacher centris), dengan menggunakan metode ceramah, teladan, bimbingan, dan nasihat.
·         Dari teori empirisme, akan lahir pendekatan yang berpusat pada murid (student centris), dengan metodenya seperti pemecahan masalah, penemuan, penugasan, dan sebagainya.
·         Selanjutnya dalam teori konvergensi akan lahir pendekatan yang menekankan keseimbangan antara guru dan murid dengan metodenya seperti tanya jawab, diskusi, seminar, dan sebagainya.
Dengan demikian penentuan metode dalam kegiatan proses belajar mengajar ini amat dipengaruhi oleh konsep tentang jiwa manusia.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kurikulum Pendidikan

Kurikulum Pendidikan
Muatan kurikulum yang harus diberikan kepada peserta didik adalah mata pelajaran yang terkait dengan pengembangan intelektual dan keterampilan, materi yang terkait dengan pengembangan spiritual, materi yang terkait dengan pengembangan emosional, materi yang terkait dengan pengembangan kecerdasan sosialnya, serta materi yang terkait dengan pembinaan fisiknya.
Sehubungan dengan berbagai materi tersebut, maka berbagai mata pelajaran yang harus diberikan kepada pesrta didik adalah mata pelajar yang terkait dengan pengembangan intelektual, seperti mata pelajarn logika, matematika, fisika, dan berbagai ilmu pengetahuan alam lainnya. Selanjutnya, berkenaan dengan materi yang terkait dengan pengembangan spiritual, maka kepadanya diberikan pelajaran agama, khusunya yang berkaitan dengan keimanan, ibadah, dan tasawuf. Adapun materi yang terkait dengan pengembangan emosional antara lain, pelajaran tentang estetika, sastra, ahlak mulia, khusunya tentang ajaran simpati dan empati. Selanjutnya, materi yang terkait dengan pengembangan kecerdasan keterampilan dapat diberikan mata pelajaran tentang olahraga dengan berbagai macam  ragamnya, seperti keterampilan mengoprasikan komputer, keterampilan membuat laporan, keterampilan melaksanakan kegiatan kepanitiaan, keterampilan menggunakan beragai peralatan teknologi dan sebagainya. Sedangkan materi pelajaran yang terkait dengan kemandirian, kepedulian, kepekaan, dan kepedulian sosial, dapat diberikan materi tentang pengabdian kepada masyarakat, pengembangan desa binaan, kuliah kerja sosial (KKS), bakti sosial, dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Manusia Menurut Islam

Manusia Menurut Islam
Sebagai agama yang bersifat sempurna, seimbang, dan berdasarkan pada dalil naqli (wahyu) dan hadis Nabi Muhammad Saw, serta ijma ulama atau qiyas (peemikiran) atau menghargai akal pikiran dan usaha manusia, Islam dapat mempertimbangkan seluruh pendapat tentang manusia tersebut diatas dengan beberapa catatan sebagai berikut:
Pertama, Islam mengakui, bahwa proses penciptaan manusia terjadi melalui proses atau evolusi, sebagaimana dalam Q.S Al-Hajj, 22:5. Namun, evolusi manusia menurut Islam sangat jauh berbeda dengan teori evolusi manusia menurut Charles Darwin.
Kedua, Islam mengakui atau menerima pendapat para sosiolog yang mengatakan bahwa manusia sebagai mahluk sosial atau mahluk yang keberadaan dan keberlangsungan hidupnya membutuhkan keberadaan orang lain. Hal ini di nyatakan dalam Q.S Al-Hujurat, 49:13. Namun demikian, Islam mengajarkan tentang manusia yang seimbang, yaitu manusia yang memiliki kesalehan individual dan kesalehan sosial.
Ketiga, Islam dapat menerima pendapat para psikolog yang menyatakan bahwa manusia dipengaruhi oleh bakat dan kemampuan yang dibawanya sejak lahir, dan juga pengaruh dari luar lingkungan. Namun Islam, tidak dapat menerima pendapat yang bersifat antagonistik, pragmentatif, dan dikotomis.

Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.