Sabtu, 24 Desember 2016

Pemikiran Pendidikan Ivan Illich

Pemikiran Pendidikan Ivan Illich
Secara garis besar pemikiran pendidikan Ivan Illich antara lain berkenaan dengan perlunya membatasi peran sekolah, kurikulum, metode pembelajaran, biaya pendidikan dan guru.
1.      Pembatasan (disestablishment) Peran Sekolah
Illich tidak menganjurkan penghapusan sekolah, tetapi disestablishment, atau jangan menganggap sekolah sebagai institusi yang superior, kaku, otoriter, dan cenderung memaksa masyarakat untuk mengikuti saja kebijaknnya. Ia tidak puas dengan sekolah yang operasionalnya didanai oleh masyarakat melalui pajak, namun kurang diakses oleh masyarakat, sebagai dari akibat berbagai peraturan yang sulit dimasuki oleh masyarakat.
2.      Kurikulum
Kurikulum terkadang sudah dibuat dari atas yang tidak sejalan dengan keadaan masyarakat. Kurikulum terkadang digunakan untuk menentukan ranking sosial. Kadang-kadang malahan kedudukan seseorang telah ditentukan sebelum lahir: karma menempatkan anda pada suatu kasta tertentu dan silsilah menempatkan anda pasda garis lingkar aristrokasi.
3.      Proses Belajar Mengajar
Di dalam pelaksanaannya ada yang menggunakan pendekatan yang berbasis pada guru (teacher centris), berbasis pada murid (student centris), dan perpaduan antara kedua pendekatan tersebut. Dalam hubungan ini, Ivan Illich berpendapat, bahwa ilusi besar yang menjadi tumpuan sistem sekolah adalah bahwa belajar adalah hasil dari pengajaran. Benar bahwa pengajaran dapat menyumbang pada terhadap jenis proses belajar tertentu dalam situasi tertentu. Tetapi kebanyakan orang memperoleh sebagian besar pengetahuan mereka di luar sekolah. Dan mereka memperoleh pengetahuan di sekolah hanya sejauh sekolah, di segelintir negara kaya, telah menjadi tempat kehidupan mereka yang utama sepanjang sebagian beasar hidup mereka.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Biografi Ivan Illich

Biografi Ivan Illich
Ivan Illich lahir di Wina sebuah kota yang menjadi ibu kota negara Austria pada tahun 1926, tidak diketahui tanggal lahirnya. Sejak kecil ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan sejak kecil pula ia mendapatkan pelajaran dan didikan dari orang tuanya, ia termasuk anak yang cerdas.
Setelah lulus dari sekolah tingkat pertama, kemudian Ivan Illich melanjutkan pendidikannya di Universitas Gregoriana, Roma, Italia. Di universitas itu Ivan Illich belajar tentang teologi. Setelah mendapatkan gelar sarjananya di Universitas Gregoriana, Roma, Italia, kemudian ia memutuskan untuk sekolah lagi di Universitas Salzburg. Di Universitas tersebut ia mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu sejarah, dan tidak lama kemudian ia diangkat atau ditahbiskan sebagai imam gereja katolik Roma.
Pada tahun 1951 ia telah mendarat di kota New York, Amerika Serikat. Karena waktu itu kota New York telah dipenuhi oleh imigran-imigran dari negara Irlandia dan Puerto Rico maka sehari-hariannya hidupnya ia habiskan dengan memberikan bimbingan baik bimbingan pendidikan maupun bimbingan keagamaan dan ia juga berkarya di tengah-tengah imigran tersebut.
Kemudian ia pergi ke Mexico, dan pada tahun 1956-1969 ia menjadi salah satu pendiri Centre For Intercultural Documentation (CIDOC) di Cuernavara, Mexico, dan sejak tahun 1964-1976 ia mendapatkan suatu penghormatan untuk memimpin seminar-seminar penelitian tentang Institusional Alternative In a Technological Society dengan memfokuskan studi-studi tentang Amerika Latin.
Komitmennya pada humanisme radikal menjadikan ia salah seorang hero bagi kaum katolik kiri. Akibatnya sepak terjangnya banyak tidak dimengerti oleh hirarki gereja dan lembaga-lembaga konvensional serta ide-ide yang berlaku tentang apa itu keutamaan sosial.
Sejak tahun 1981, Ivan Illich menjadi profesor tamu di Gottingen dan berlin di Jerman. Dan akhir tahun 1982 ia mengajar di Berkeley, California, Amerika Serikat. [11]
Ivan Illich yang dilahirkan di Wina pada tahun 1926 adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial dengan ide-ide pembebasannya tentang persekolahan, sehingga dikelompokkan sebagai pemikir “humanis radikal”. Ia termasuk orang yang mempunyai kepribadian yang langka, kegembiraan yang besar, wawasan luas, dan daya cipta yang subur, seluruh pemikirannya didasarkan pada perhatiannya terhadap penyempurnaan manusia secara fisik, secara rohaniah, dan secara intelektual [12]. Dan Ivan Illich meninggal pada tanggal 2 Desember 2002.
Semasa hidupnya, ia sempat mengeluarkan karyanya dalam bentuk buku-buku ilmiah, diantara buku-buku yang sudah terbit di Indonesia adalah :
Celebration of Awareness (diterbitkan oleh Ikon Teralitera pada tahun 2002 dengan judul Perayaan Kesadaran).
Medical Nemesis (diterbitkan oleh Yayasan Obor Nasional pada tahun 1995 dengan judul Batas-batas Pengobatan).
Deschooling Society (diterbitkan oleh Obor Nasional pada tahun 2000 dengan judul Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah).
Vernacular Gender (diterbitkan oleh Pustaka Pelajar pada tahun 1998 dengan judul Matinya Gender).
Sumber

http://arfanmuammar.blogspot.co.id/2012/06/gagasan-ivan-illich-dalam-pendidikan.html#.WF84_Pl97IV

Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
Pemikirannya dalam bidang pendidikan lebih banyak difokuskan pada masalah menghilangkan dikotomi pendidikan, mengembangkan kelembagaan pendidikan, pengembangan kurikulum, dan metode pengajaran.
1.      Menghilangkan Dikotomi Penidikan
Menurut Muhammad Abduh, bahwa diantara faktor yang membawa kemunduran dunia Islam adalah karena adanya pandangan dikotomis yang dianut oleh umat Islam, yakni dikotomi atau mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Berbagai lembaga pendidikan Islam di dunia pada umunya hanya mementingkan agama, dan kurang mementingkan ilmu umum.
2.      Pengembangan Kelembagaan Pendidikan
Dalam uapaya mengembangkan kelembagaan pendidikan, Muhammad Abduh mebdirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai bidang yang dibutuhkan, yaitu bidang administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, dan sebagainya. Melalui berbagai lemabaga pendidikan ini, Muhammad Abduh berupaya memasukkan pelajaran agama, sejarah, dan kebudayaan Islam.
3.      Pengembangan Metode Pengajaran
Menurut Muhammad Abduh bahwa metode pengajaran yang selama ini hanya mengandalkan hafalan perlu dilengkapi dengan metode yang rasional dan pemahaman (insight). Dengan demikian, di samping para siswa menghafal suatu bahan pelajaran, juga dapat memahaminya dengan kritis, objektif, dan komperehensif.
Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Biografi Muhammad Abduh

Biografi Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab.[1]
Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar Al Qur'an, dan berkat otaknya yang cemerlang maka dalam waktu dua tahun, ia telah hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika ia dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di desa
Thantha. Namun karena sistem pembelajarannya yang dirasa sangat membosankan, akhirnya ia memilih untuk menimba ilmu dari pamannya, Syekh Darwisy Khidr di desa Syibral Khit yang merupakan seseorang yang berpengetahuan luas dan penganut paham tasawuf. Selanjutnya, Muhammad Abduh melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, di Kairo dan berhasil menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1877.[2] Ketika menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemu dengan seorang ulama' besar sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, Said Jamaluddin Al Afghany, dalam sebuah diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarik
kepada Jamaluddin Al Afghany dan banyak belajar darinya. Al Afghany adalah seorang pemikir modern yang memiliki semangat tinggi untuk memutus rantai-rantai kekolotan dan cara-cara berfikir yang fanatik.
Udara baru yang ditiupkan oleh Al Afghany, berkembang pesat di Mesir terutama di kalangan mahasiswa Al Azhar yang dipelopori oleh Muhammad Abduh. Karena cara berpikir Abduh yang lebih maju dan sering bersentuhan dengan jalan pikiran kaum rasionalis Islam (Mu'tazilah), maka banyak yang menuduh dirinya telah meninggalkan madzhab Asy'ariyah. Terhadap tuduhan itu ia menjawab: "Jika saya dengan jelas meninggalkan taklid kepada Asy'ary, maka mengapa saya harus bertaklid kepada Mu'tazilah? Saya akan meninggalkan taklid kepada siapapun dan hanya berpegang kepada dalil yang ada".
Sumber

http://just4th.blogspot.co.id/2015/06/biografi-dan-pemikiran-abduh.html

Pemikiran Pendidikan Paulo Freire

Pemikiran Pendidikan Paulo Freire
Sebagian pemabaca ada yang berpendapat, bahwa memahami pemikiran Freire tidaklah mudah. Namun secara umum, pemikirannya bercorak humanisme rekonstruksionis. Yakni pendidikan yang diarahkan pada usaha membantu masyarakat, teruta,a kaum tertindas, dan pendidikan pendidikan yang memebrdayakan dan bertolak dari kepentingan masyarkat, bukan pendidikan yang didasarkan atas kemauan penguasa. Gagasan dan corak pemikirannya ini bertolak dari permasalahan pendidikan yang dihadapi masyarakat Brazil pada waktu itu. Yaitu pendidikan yang hanya berpihak pada kepentingan penguasa sebagaimana terlihat dalam pendidikan sistem bank (banking system) dan adanya proses dehumanisasi yang tidak hanya mewarnai mereka yang kemanusiannya dirampas, tetapi mereka yang merampasnya. Bagaimanapun juga, dalam perjuangan humanisasi itu manusia tertindas tidak boleh berbalik menindas. Maka perjuangan bagi pembebasan yang dilaksanakan oleh kaum tertindas harus merupakan perjuangan untuk sekaligus membebaskan juga kaum penindas. Inisiatif untuk pembebasan harus datang dari kaum tertindas, karean kaum penindas seraya menindas sesamanya tidak mungkin menemukan kekuatan untuk membebaskan diri dari tindakan menindas itu sendiri. Kalaupun kaum penindas bermaksud menghormati hak-hak kaum tertindas, paling-paling itu hampir selalu terwujud dalam sikap murah hati yang palsu. Sikap murah hati itu sebenernya muncul dari tertib sosial yang tidak adil.
Daftar Pustaka

Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.       

Biografi Paulo Freire

Biografi Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang tokoh pendidikan Brasil dan teoretikus pendidikan yang berpengaruh di dunia. Paulo Freire juga adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Freire dilahirkan di Recife, sebuah kota pelabuhan  bagian selatan Brasil pada 19 September 1921. Recife merupakan sebuah kota yang terbelakang dan miskin.[1]
Ayahnya bernama Joaquim Temistocles Freire, berprofesi sebagai polisi militer di  Pernambuco yang berasal dari Rio Grande de Norte. Ayahnya adalah seorang pengikut aliran kebatinan, tanpa menjadi anggota dari agama resmi. Baik budi, cakap, dan  mampu untuk mencintai.
Ibunya, Edeltrus Neves Freire, berasal dari Pernambuco, beragama Katolik,  lembut, baik budi, dan adil. Merekalah yang dengan contoh dan cinta mengajarkan kepada Paulo Freire untuk menghargai dialog dan menghormati pendapat orang lain.
Pada  tahun 1929 krisis ekonomi melanda Brasil. Orang tuanya, yang termasuk kelas menengah  terkena imbas krisis itu dan mengalami kejatuhan financial yang sangat hebat. Akibat  kondisi seperti itu, Freire terpaksa belajar mengerti apa artinya menjadi lapar bagi seorang anak sekolah. Sehingga pada umur 11 tahun, karena pengalaman yang  mendalam akan kelaparan, bertekad
untuk mengabdikan kehidupannya pada perjuangan melawan kelaparan, agar anak-anak lain jangan sampai mengalami kesengsaraan yang tengah dialaminya.[2]
Pada tahun 1943, Freire mulai belajar di Universitas Recife, sebagai seorang mahasiswa hukum, tetapi ia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa. Meskipun ia lulus sebagai ahli hukum, ia tidak pernah benar-benar berpraktik dalam bidang tersebut. Sebagai buktinya, ia pernah berkarier dalam waktu pendek sebagai seorang pengacara. Sebaliknya, ia bekerja sebagai seorang guru di sekolah-sekolah menengah, mengajar bahasa Portugis selama 6 tahun (1941-1947).[3]
Sekitar tahun 1944, ia menikah dengan seorang guru bernama Elza Maia Costa Olievera, seorang rekan gurunya. Pernikahan inilah yang memantapkan pergeseran interesnya dari bidang hukum ke bidang pendidikan, sebagaimana diakuinya sendiri, “. . . precisely after my marriage when I started to have a systematic interest in educational problems.”3 Mereka berdua bekerja bersama selama hidupnya sementara istrinya juga membesarkan kelima anak mereka.
Pada 1946, Freire diangkat menjadi Direktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di Negara bagian Pernambuco (yang ibu kotanya adalah Recife). Selama bekerja itu, terutama ketika bekerja di antara orang-orang miskin yang buta huruf, Freire mulai merangkul bentuk pengajaran yang non-ortodoks yang belakangan dianggap sebagai teologi pembebasan.
Tahun 1959, Freire menyerahkan disertasi doktoral di Universitas Recife dengan judul Educacao e Atualidade Brasileira (Pendidikan dan Keadaan Masa Kini di Brasil). Di kemudian hari, ia bahkan diangkat sebagai guru besar bidang sejarah dan filsafat pendidikan di universitas tersebut.
Pada 1961-1964, ia diangkat sebagai Direktur Pertama dari Departemen Perluasan Kebudaya Universitas Recife. Dan pada 1962, ia mendapatkan kesempatan pertama untuk menerapkan secara luas teori-teorinya. Saat itu, 300 orang buruh kebun tebu diajar untuk membaca dan menulis hanya dalam 45 hari. Sebagai tanggapan terhadap eksperimen ini, pemerintah Brasil menyetujui dibentuknya ribuan lingkaran budaya di seluruh negeri.
Karena keberhasilannya dalam program pemberantasan buta huruf di daerah Angicos, Rio Grande do Norte, ia diangkat sebagai Presiden dari Komisi Nasional untuk Kebudayaan Populer.
Pada tahun 1964, terjadi kudeta militer di Brasil, yang mengakhiri upaya itu.[4] Rezim yang berkuasa saat itu menganggap Freire seorang tokoh yang berbahaya, karena itu mereka menahannya selama 70 hari sebelum akhirnya “mempersilahkan” Freire untuk meninggalkan negeri itu. Ia memulai masa 15 tahun pembuangannya dan tinggal untuk sementara waktu di Bolivia.[5] Dari Bolivia ia pindah ke Chili dan berkerja selama 5 tahun untuk organisasi internasional Christian Democratic Agrarian Reform Movement. Dalam masa 5 tahun ini, ia dianggap sangat berjasa menghantar Chili menjadi 1 dari 5 negara terbaik di dunia yang diakui UNESCO sukses dalam memberantas buta huruf. Pada tahun 1969, ia sempat menjadi visiting professor di Universitas Harvard.
Antara tahun 1969-1979, ia pindah ke Jenewa dan menjadi penasihat khusus bidang pendidikan bagi Dewan Gereja Dunia. Pada masa itu Freire bertindak sebagai penasihat untuk pembaruan pendidikan di bekas koloni-koloni Portugis di Afrika, khususnya Guinea Bissau dan Mozambik. Pada akhir tahun 1960-an inilah ia menulis salah satu bukunya yang paling terkenal, Pedagogy of the Oppressed.
Pada tahun 1979, Freire kembali ke Brasil dan menempati posisi penting di Universitas Sao Paulo. Freire bergabung dengan Partai Buruh Brasil (PT) di kota São Paulo, dan bertindak sebagai penyedia untuk proyek melek huruf dewasa dari tahun 1980-1986. Ketika PT menang dalam pemilu-pemilu munisipal pada 1986, Freire diangkat menjadi Sekretaris Pendidikan untuk São Paulo.
Dan pada tahun 1986 juga, istrinya Elza meninggal dunia. Kemudian Freire menikahi Maria Araújo Freire dan melanjutkan pekerjaan pendidikannya sendiri yang radikal.
Tahun 1988, ia ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan untuk kota Sao Paulo, sebuah posisi yang memberinya tanggung jawab untuk mereformasi dua pertiga dari seluruh sekolah negeri yang ada.
Pada 1991, didirikanlah Institut Paulo Freire di São Paulo untuk memperluas dan menguraikan teori-teorinya tentang pendidikan rakyat. Institut ini menyimpan semua arsip Freire.
Freire meninggal pada 2 Mei 1997, dalam usia 75, akibat penyakit jantung. Selama hidupnya, ia menerima beberapa gelar doktor honoris causa dari berbagai universitas di seluruh dunia. Ia juga menerima beberapa penghargaan, di antaranya:
1. UNESCO’s Peace Prize tahun 1987.
2. Dari The Association of Christian Educators of the United States sebagai The Outstan Christian Educator pada tahun 1985.
3.  Penghargaan Raja Baudouin (Belgia) untuk Pembangunan Internasional
Sumber

http://mariatulkiftiah.blogspot.co.id/2011/06/paulo-freire-dan-pemikirannya.html

Pemikiran Pendidikan William Stern (Konvergensi)

Pemikiran Pendidikan William Stern (Konvergensi)
Pemikiran pendidikan William Stern bertumpu pada hasi sintesis dari kedua teori sebelumnya, yang selanjutnya dikenal dengan teori konvergensi. Menurut teori konvergensi, bahwa bagaimanapun kuatnya alasan kedua aliran diatas, namun kedua nya kurang realistis. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa pengaruh lingkungan pendidikan yang positif tidak akan dapat membina kepribadian yang postif, dan sebaliknya waalau lingkungan pendidikan yang positif dan maksimal tidak akan menghasilkan kepribadia ideal, tanpa potensi hereditas yang baik. Oleh karena itu, perkembangan kepribadian yang sesungguhnya adalah hasil proses kedua faktor, yaitu faktor internal, berupa bawaan sejak lahir, berupa bakat, talenta, potensi, kecerdasan intelektual, spiritual, emosional, dan lainnya, serta keadaan fisik tertentu, dan faktor eksternal, berupa lingkungan pendidikan, masyarakat perkembangan ilmu pengetahuan, kehidupan beragama, tardisi, budaya, peradaban, dan nilai-nilai lainnya yang berkembang di masyarakat. Setiap pertumbuhan dan perkembangan pribadi adalah hasil dari proses konvergensi dari faktor-faktor internal dan eksternal tersebut.
Teori konvergensi ini lebih lanjut mengatakan, bahwa walaupin manusia berasal dari pembawaan yang sama, namun amat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Kemampuan dua anak kembar ketika lahirnya sudah dapat ditentukan oleh dokter yang mengatakan, bahwa pembawaan mereka sama, namun jika keduanya dibesarkan dalam lingkungan yang berlainan, mereka akan memiliki perkembangan jiwa dan kepribadian yang berbeda.
Daftar Pustaka
Nata, H. Abudin.2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.